Apa itu Marsialapari?

 Apa itu Marsialapari?  

            Marsialapari merupakan  salah satu tradisi yang ada di masyarakat Mandailing. Mandailing adalah salah satu etnis yang ada di Sumatera Utara. Dulu Mandailing merupakan daerah Kabupaten Tapanuli Selatan, akan tetapi setelah mengalami pemekaran menjadi beberapa kabupaten/kota yaitu menjadi Kab. Mandailing Natal (Madina), Kota Padangsidimpuan, Kab. Tapanuli Selatan, Kabupaten Padanglawas Utara (Paluta). Kelima daerah ini disebut Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel).

Di wilayah Mandailing inilah masih hidup tradisi marsialapariMarsialapari merupakan budaya lokal yang dimiliki oleh masyarakat Mandailing dalam pengelolaan sawah mereka. Marsialapari berasal dari dua suku kata yaitu alap (panggil) dan ari (hari), kemudian ditambah kata awalan mar yang berarti saling, sementara si adalah kata sambung yang kemudian menjadi kata marsialapari, yang dapat diartikan sebagai saling menjemput hari.

Marsialapari oleh masyarakat Mandailing dikenal sebagai suatu kegiatan tolong menolong dan gotong royong. Dimana pada saat itu masyarakat Mandailing secara sukarela dengan rasa gembira saling tolong menolong/ membantu saudara mereka yang membutuhkan bantuan, yang biasanya dilakukan di sawah atau kebun. Jadi, dapat disimpulkan bahwa marsialapari adalah suatu kegiatan menolong orang lain secara bersama-sama dengan rasa gembira dan dengan harapan orang lain dapat menolong kita di waktu lain ketika kita membutuhkan. Jumlah harinya juga dihitung berapa hari, misalnya kita pergi ke sawah si A selama 7 hari, maka si A juga akan datang ke sawah kita dengan jumlah hari yang sama.

Prosesi Marsialapari



Marsialapari dilakukan pada prosesi manyabii (memanen padi) ataupun prosesi marsuaneme (menanam padi), Pada saat marsuaneme (menanam padi), dibantu oleh enam hingga sepuluh orang yang berasal dari teman atau sanak saudara, baik yang muda ataupun yang tua untuk marsialapari ke sawah kita. Dalam satu hari bisa selesai marsuaneme (menanam padi), hal ini dikarenakan ada saling tolong menolong (marsialapari).

Meskipun marsialapari merupakan kerja sukarela tetapi ada pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki mendapat bagian pekerjaan yang tergolong lebih berat dari perempuan. Pekerjaan laki-laki berkaitan dengan perbaikan atau penyiapan saluran air, tanggul atau jalan. Sementara perempuan cenderung mengerjakan bagian-bagian yang berkaitan dengan penanaman dan pemanenan,

Puncaknya dari kegiatan marsialapari adalah manyabi (panen). Manyabi (panen) itu bagaikan pesta yang dilakukan di sawah. Saat manyabi (panen) adalah saat paling ditunggu-tunggu baik oleh peserta marsialapari maupun anak-anak. Manyabi (panen) penuh kenangan dan sangat membahagiakan mereka karena semua dikerjakan secara bersama-sama.

Dari kegiatan marsialapari ini terlihat bahwa pekerjaan yang sulit akan terasa lebih ringan apabila dikerjakan secara bersama-sama, Sehingga mengerjakan sawah yang luas tidak perlu mengeluarkan uang yang banyak, cukup dengan marsialapari. Kegiatan marsialapari ini dapat bertahan karena masyarakat Mandailing masih memegang teguh nilai-nilai budaya yang ada dalam tradisi ini.

 Tradisi Marsialapari Perlu Dipertahankan

Dalam tradisi marsialapari terdapat kegiatan  saling bantu-membantu, bekerjasama, bergotong-royong dalam menyelesaikan sesuatu perkara yang dihadapi bersama dalam  lingkup kehidupan bersama. Oleh karena itu, hendaknya tradisi ini tetap dipertahankan, sebab tradisi ini merupakan cerminan budaya lokal dari masyarakat Mandailing itu sendiri.

Selain itu, dalam tradisi marsialapari tercermin nilai-nilai budaya masyarakat Mandailing   Hal ini dikarenakan adanya esensi “kasih sayang (holong)” dan “persatuan (domu)” yang hidup dalam khazanah budaya masyarakat Mandailing. Dimana rasa kasih sayang (holong) dan persatuan (domu) telah tertanam dalam diri masyarakat Mandailing.

Kasih sayang dan persatuan (holong dan domu), pada masyarakat Mandailing merupakan implementasi dari adat Dalian Na Tolu, yang menjelma dalam jejaring tiga dimensi KahanggiMora dan Anak Boru.

Sistem sosial dari Dalian Na Tolu tersebut yang menggiring masyarakat Mandailing untuk senantiasa memiliki rasa saling membantu dan bekerjasama dalam menyelesaikan suatu persoalan yang menyangkut kehidupan bersama. Pelaksanaan dari prinsip adat terlihat dalam banyak aspek kehidupan masyarakat Mandailing yang masih menjalankan aturan adat sebagaimana yang telah ditradisikan oleh leluhur mereka.

Penutup

            Marsialapari yang merupakan budaya lokal masyarakat Mandailing harus bisa dijaga dan dilestarikan keberadaannya. Hal ini dikarenakan dalam pelaksanaan tradisi marsialapari ini tersirat kegiatan saling bekerjasama dan bergotong-royong yang merupakan cerminan masyarakat Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Mandailing pada dasarnya telah mempraktekkan kegiatan gotong royong sejak dahulu dan hendaknya tetap kita jaga kelestariannya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Marsanji

Mangupa-upa dalam adat Madina